KABUPATEN TANGERANG - Proyek DPUPR Provinsi Banten pada pembangunan dan rehabilitasi gedung SMAN 25 Kabupaten Tangerang, bersumber dari APBD 2025, dikerjakan oleh CV. Mika Konstruksi senilai, Rp 2.252.923.244.00. menjadi sorotan publik dan aktivis setempat.
Pasalnya, hasil pantauan awak media di lokasi mendapati seluruh pekerja nyaris tidak menggunakan kelengkapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) sebagaimana mestinya dan tertuang pada kontrak (RAB) DPUPR dengan rekanan.
Padahal, mereka bekerja di area konstruksi dua lantai yang rawan terjadi kecelakaan. Kondisi ini, menimbulkan dugaan lemahnya fungsi pengawasan dari pihak pelaksana maupun Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten sebagai pemberi kerja.
Saat dikonfirmasi, kepada salah satu pekerja terkait kelengkapan K3, dirinya mengaku bahwa perlengkapan tersebut sebenarnya ada. Namun, hanya rompi yang diberikan perusahaan.
“Perlengkapan K3 hanya ada rompi yang diberikan ke kami,” ujarnya singkat kepada awak media, Jumat (31/10/2025).
Lebih lanjut dikonfirmasi soal kehadiran pengawas proyek dari rekanan maupun dinas. Dirinya, menyebut bahwa para pengawas hanya hadir sesekali.
“Pengawasnya ada, kemarin datang hari Senin. Ya, kadang kadang datangnya pada gak nentu pak,” tutupnya menerangkan.
Terlihat, di area proyek justru terpampang spanduk himbauan besar bertuliskan “Utamakan Keselamatan”. Namun, semboyan itu seakan hanya menjadi hiasan semata. Ibaratnya, jauh panggang dari api. Sebab, realitas di lapangan memperlihatkan para pekerja tanpa alat pelindung diri yang wajib digunakan di proyek konstruksi bernilai miliaran.
Diketahui, Proyek pembangunan dan rehabilitasi gedung SMAN 25 Kabupaten Tangerang ini diketahui memiliki masa pelaksanaan 120 hari kerja. Bekerjasama dengan pihak konsultan pengawas PT. Sertima Rekayasa Engineering.
Menanggapi hal tersebut, Samsuri aktivis Kabupaten Tangerang mengatakan, Proyek tersebut seharusnya menjadi upaya pemerintah dalam menunjang sarana belajar siswa. Namun, pelaksanaannya justru mengundang pertanyaan publik terkait aspek keselamatan kerja yang di pertontonkan oleh pihak rekanan dan konsultan.
“Keselamatan kerja bukan sekadar formalitas di papan proyek. Sungguh ironis, semboyan “Utamakan Keselamatan” hanya berhenti di spanduk. Maka, semboyan atau himbauan itu di anggap hanya pepesan kosong,” singgungnya sekaligus menutup wawancara.
Hingga berita ini di terbitkan belum terkonfirmasi dengan pihak DPUPR Provinsi Banten dan pelaksana proyek, begitupun pengawas dari konsultan.













