KABUPATEN TANGERANG – Diduga Keluarga korban kecelakaan kerja, Riza Husen Abdullah, kembali menyampaikan keluhan terkait dugaan ketidakjelasan proses penanganan medis lanjutan yang disebut disinyalir masih menunggu konfirmasi dari pihak perusahaan PT Tri Excella Harmony, Selasa (18/11/2025).
Diduga hingga lebih dari satu bulan pascakejadian, disinyalir keluarga mengaku belum memperoleh keputusan pasti terkait pemasangan tangan atau tindakan medis lanjutan, meski sebelumnya disebut akan ada kabar.
Menurut keterangan keluarga, diduga pihak rumah sakit menyatakan bahwa proses penanganan lanjutan tidak dapat dilakukan tanpa persetujuan resmi perusahaan. Namun disinyalir hingga saat ini, pihak keluarga menilai belum ada komunikasi yang tegas dan terarah dari perusahaan, rumah sakit, maupun BPJS.
Selain itu, keluarga juga mempertanyakan keberadaan dokumen medis penting dari dokter spesialis okupasi yang disebut diduga tidak dikembalikan dalam bentuk asli, melainkan hanya berupa fotokopi dengan disinyalir kualitas kurang jelas, sehingga memunculkan pertanyaan mengenai kejelasan penanganan administrasi medis korban.
Keluarga mengaku khawatir dan mulai menduga adanya indikasi ketidakterbukaan dalam proses penanganan kasus, mengingat kondisi korban yang mengalami cacat permanen dan membutuhkan kepastian rencana pemulihan jangka panjang.
“Saya mulai curiga ada sesuatu yang diduga tidak transparan. Kami ingin semua jelas — tindakan medis, BPJS, hingga kompensasi. Jangan sampai ada dugaan pihak yang memanfaatkan situasi ini,” ujarnya.
Rujukan Hukum dan Kewajiban Perusahaan
Kasus ini merujuk pada sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 86 ayat (1) huruf a menyatakan bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Perusahaan wajib mendaftarkan seluruh pekerjanya dalam program jaminan sosial termasuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKK dan JKM
Dalam aturan ini, korban kecelakaan kerja berhak mendapatkan perawatan medis sampai sembuh tanpa batas biaya sesuai indikasi medis, termasuk tindakan lanjutan apabila diperlukan.
Apabila terbukti terdapat dugaan penghambatan akses layanan medis, penahanan dokumen atau ketidakpatuhan terhadap standar K3, maka hal tersebut dapat menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan instansi pengawas ketenagakerjaan.
Sampai berita ini diterbitkan, disinyalir pihak perusahaan, rumah sakit, maupun perwakilan BPJS belum memberikan keterangan resmi terkait klarifikasi proses komunikasi dan penanganan kasus.













